• Home
  • Ekonomi
  • Politik
  • Tips Remaja
  • Sejarah
  • Loker
/*------kosong-------*/

Kenapa BBM Langka? Dan Apa Penyebabnya ?

Upaya masyarakat dalam mengatasi masalah Kelangkaan BBM memang tidak bisa dipungkiri. Setiap masalah dapat diatasi dengan baik, misalnya ketika minyak tanah dibuat langka mereka menerima begitu saja program konversi ke gas elpiji, walaupun ada ketakutan tentang kemungkinan meledak. Ironisnya gas elpiji yang mereka dapatkan dengan gratis kemudian dijual untuk ditukar dengan minyak tanah (yang terpaksa) dibeli dengan harga tinggi. 

Kemudian, langkanya solar untuk mengeringkan (oven) tembakau dan horor mengenai gas elpiji yang mudah meledak, mereka tetap punya solusi dengan menggunakan kayu bakar sebagai alternatif walaupun dengan resiko merusak hutan. Namun solusi ini tetap menjadi sesuatu yang tambal sulam, seperti halnya cara masyarakat menyingkapi kehidupan sehari-harinya. Bagi masyarakat tidak ada masalah tanpa penyelesaian; mereka tetap berusaha mengatasinya. 

KELANGKAAN BAHAN BAKAR MINYAK
PENYEBAB KELANGKAAN BBM
Kejadian demikian membutuhkan solusi yang lebih komprehensif tanpa menafikkan solusi mikro yang merupakan warna dari masyarakat yang bisa menyelesaikan sendiri. Untuk itu, kita bisa memulai analisis dengan tiga pendekatan yang menyebabkan masalah itu terjadi, yaitu: masalah teknis instrumental, faktor kegiatan ekonomi spekulatif, dan faktor perspektif politik ekonomi yang dianut dalam melahirkan kebijakan itu. Mari kita meneropong dari cara pandang teknis instrumental bahwa BBM yang langka, terjadinya banyak disebabkan oleh persediaan BBM bersubsidi berkurang dan akhirnya tidak mampu memenuhi kebutuhan daerah maupun nasional – namun untuk kepentingan stabilitas ibukota Jakarta telah dijadikan prioritas lebih dahulu. Berkurangnya persediaan/stok BBM secara jelas disebabkan adanya kebijakan pemerintah dalam menjalankan konversi minyak tanah ke gas LPG, akibat terjadinya goncangan harga minyak dunia sebelumnya. 

Harga minyak dunia yang meningkat itu menyebabkan kemampuan negara dalam pembiayaan Pertamina untuk melakukan kegiatan impor BBM menjadi sangat terbatas dan terkunci oleh kemampuan fiskal. Akibat yang terjadi antara lain; Pertamina tidak dapat memenuhi kebutuhan kilang minyak, selanjutnya memberikan efek berkurangnya pasokan BBM. Lalu bagaimana dengan cara melihat dari faktor kegiatan ekonomi spekulatif yang berasal dari masalah tata niaga dalam negeri dan luar negeri? Pada masalah tata niaga dalam negeri adanya BBM bersubsidi dan BBM tidak bersubsidi untuk industri menyebabkan disparitas harga yang mau tidak mau akan meningkatkan spekulasi bagi para pedagang untuk mengambil situasi ini sebagai keuntungan. 

Disparitas harga ini telah menyebabkan terjadinya pasar gelap karena asimetrisnya informasi ketersediaan BBM. Ini dapat dianalisis sebagai kecenderungan sebagian pasokan BBM untuk masyarakat pada tahap distribusi diselewengkan ke industri, ditimbun dengan melihat perbandingan tingkat kenaikan harga BBM non subsidi yang begitu tinggi. Jadi kebijakan pemerintah menghapuskan sebagian subsidi memiliki dampak buruk yakni ekonomi gelap yang terus terjadi tidak hanya di tingkat nasional, juga telah terjadi di daerah. Sedangkan pemerintah tidak punya sebuah sistem yang kuat untuk mencegah terjadinya moral hazard ekonomi semacam ini. Terakhir kita dapat mengamati fenomena ini sebagai faktor politik ekonomi tentang penguasaan dan harga minyak dunia. Cara pandang dunia dalam melihat barang ekonomi pulalah yang menyebabkan terjadinya spekulasi secara lokal dan internasional.

Dan persediaan yang ada (reserved) tidak berimbang di tingkat daerah maupun nasional. Kita bisa melihat di Indonesia sejak pemerintah Soeharto telah melakukan liberalisasi sektor hulu migas sehingga nyaris 100% produksi minyak Indonesia dikuasai asing. Hal itu berlanjut setelah reformasi 1998, pemerintah dan DPR melakukan kesalahan fatal dalam merancang sebuah kebijakan dalam bentuk UU Migas no 22 tahun 2001. 


SIDAK PRESIDEN SBY DI BEBERAPA POM BENSIN
PRESIDEN SBY SIDAK PENGISIAN BAHAN BAKAR


Amerika dan Eropa telah mampu menyetir beberapa ahli Indonesia dan lembaga- lembaga pro demokrasi liberal untuk melahirkan Undang- undang yang draftnya berisikan tentang liberalisasi ekonomi di sektor migas melaui sebuah lembaga bantuan asing . Lembaga internasional dalam bidang ekonomi itu berhasil meracuni Indonesia yang baru tumbuh dalam fasa demokrasi untuk menganut sikap
kebijakannya berupa liberalisasi di sektor hulu dan memberikan karpet merah bagi swasta kroni dan asing untuk melakukan investasi dalam bisnis SPBU dan pendristibusian BBM yang sebenarnya bertentangan dengan UUD 45 mengenai penguasaan komoditas vital untuk kesejahteraan rakyat banyak. 

Kegiatan liberalisasi di atas yang sering disebut dengan kebijakan sektor hilir (downstream) migas ini
mendorong pemerintah atau secara spesifik regulator BBM, untuk menaikan harga dengan cara mengurangi subsidi dalam bentuk menarik investor asing . Inilah yang disebut dengan kesalahan cara
pikir dalam politik ekonomi yang dianut pemerintahan kita.

Jadi kesimpulan dari Apa Penyebabnya? Dan Kenapa Rakyat juga-lah yang paling sering menanggung dampak dari kenaikan Kelangkaan BBM saat ini ?  Jelas kita hanya bisa mengembalikan semua pertanyaan itu kepada Pemerintaan Pusat beserta Menteri terkait. Saya sendiri terkadang Emosi, mengingat, melihat beberapa Masyarakat Indonesia, terutama yang berada di area Pinggiran, atau juga mereka yang memiliki Hak untuk mendapatkan Jatah Subsidi BBM ,namun nyatanya tidak Tepat Sasaran alias keburu Bocor Dijalan...he he he he... Kaya ember saja ya pemirsa?